Monday 5 January 2015

Menikah itu….



                Sampai saat ini, saya sudah menikah selama 23 hari. Bukan, saya tidak bermaksud untuk menghitung mundur ke ‘month-versarry’, menghitung bulan untuk tanggal penting buat pasangan, yang nge-hits di kalangan anak muda. Entahlah, seiring waktu berjalan, menghitung tanggal itu terlalu alay dan hari istimewa itu tidak lagi istimewa karena tiap bulan dirayakan. Iya, saya dulu pernah alay dan sangat ke-anak-anakan dan pernah merayakannya. Tapi cukuplah, manusia bisa berubah kan? :)

                23 hari usia pernikahan itu, ibarat teh hangat buatan bunda di pagi hari saat cuaca dingin, enak sekali. Harumnya menusuk ke kalbu. Rasa manisnya istimewa. Setelah diminum, rasanya lega. Setidaknya itulah yang saya rasakan. Semuanya terasa indah. Ini bukan lagi seolah-olah kami memulai lembaran baru dalam catatan hidup kami, tapi ini benar-benar kisah baru yang akan dicatat lalu akan diceritakan untuk anak cucu kami kelak. 


                Menikah itu, gerbang menuju kebahagiaan, dunia dan akhirat. Bukan selama ini saya tidak bahagia, tapi menikah itu adalah kebahagiaan baru yang akan dicipta. Seiring terciptanya sebuah keluarga baru isinya pasangan Adam dan Hawa yang baru mengenal arti hidup sebenarnya. Kebahagiaan yang bisa dibagi dengan pasangan halal, kebahagiaan yang bisa dibagi dengan 2 buah keluarga besar yang kini menjadi satu. Indah sekali. Siapa sangka, saya yang berasal dari sebuah desa di dekat Gunung Kerinci bertemu jodoh anak desa negeri Laskar Pelangi? Benar sekali, jodoh itu di tangan Tuhan.

                Menikah itu, membawa perubahan dan tentunya perubahan yang lebih baik. Dengan menikah saja, saya sudah melakukan perubahan terbaik dalam hidup. Upgrade status dari berpacaran jadi menikah. Iya, saya bukanlah manusia sempurna yang bisa lepas dari pacaran. Terserah anda mau komentar apa. Tapi yang jelas, sekarang saya adalah istri sah dari suami saya. Lalu perubahan apa lagi? Tanpa disadari atau tidak, kami secara automatis berubah menjadi makhluk yang sadar akan tanggungjawab. Jika masih lajang, bangun siang pun, takkan ada yang peduli. Makan tinggal beli di warung ya tidak apa-apa. Mungkin ini yang namanya ‘fresh start’. Saya jadi lebih senang dan sering memasak dari sebelumnya, beres-beres rumah, merawat suami dan macam-macam lagi. Suami juga makin meningkatkan ilmu agamanya, terutama untuk hal rumah tangga. Yang jelas, perubahan karakter kearah yang lebih baik terjadi setelah kami menikah. Alhamdulillah :)

                Menikah itu, adalah menghadapi kenyataan. Menghadapi realita bahwa kita sedang hidup dengan seorang anak manusia yang sebelumnya sudah kita kenal luarannya, tapi setelah menikah kita akan mengenalnya lebih dalam lagi. Bisa jadi sifat yang tidak pernah ditinjukkan sebelumnya akan muncul dan mungkin sifat itu agak kurang sreg di hati kita, lalu kita harus belajar menerima dan hidup bersamanya. Kenyataan lain adalah, hidup menikah itu takkan selamanya indah. Mungkin ada saatnya digoyang cobaan, ada perselisihan dan salah faham. Momen-momen seperti itulah kita belajar. Belajar berkompromi, belajar memahami dan yang paling penting SALING. Saling kasih mengasihi, saling sayang menyayangi, saling mengingatkan jika ada kekhilafan dan saling pengertian antara satu sama lain. 

                Pada akhirnya, menikah itu bukanlah deretan foto indah yang kita upload di media sosial, cerita manis yang kita ukirkan lewat dunia maya atau bahkan uang ratusan juta yang kita belanjakan demi hari istimewa. Menikah itu adalah tentang menghadapi realita kehidupan dan membuka lembaran baru kisah dua insan demi menuju surga-Nya.


“Aku ga bisa janji kalau pernikahan kita akan selalu bahagia, selalu baik-baik saja. Tapi aku berjanji akan selalu denganmu, menghadapi apapun rintangan dan masalah yang kita hadapi kelak dan berusaha sabar untuk hidup bersamamu”



No comments:

Post a Comment