Monday 26 January 2015

GALAU

                Bukan galau abegeh, tapi galau memiliki rumah. Sejak memutuskan menikah, kami setuju untuk mengontrak rumah di Balikpapan. So, sekitar bulan September tahun lalu, kami mulai mencari-cari rumah yang sesuai untuk newlywed seperti kami tempati. Kami mencari rumah yang setidaknya semi-furnished (perabotan dasar seperti kasur, lemari), jadi tidak perlu repot-repot membeli furniture ini itu yang pastinya akan bikin biaya bengkak. 


Image from here



                Ternyata eh ternyata, harga rumah kontrakan per tahun hampir sama dengan biaya cicilan KPR. Lalu tercetuslah keinginan untuk beli rumah saja di Balikpapan. Sebaiknya yang ready stock, jadi abis nikah bisa langsung ditempatin. So, kami lanjut browsing dan hunting lokasi. Lumayan juga harga rumah di Balikpapan. Semuanya tergantung lokasi, ukuran rumah dan tanah. Semakin dekat ke kota, semakin mahal. Bahkan ada rumah yang di area kota tipe kecil dan tanahnya juga mini, harganya bikin elus-elus dada. Padahal, kalau uang yang sama, di Belitung udah bisa bangun villa di pinggir pantai! :(

                Tapi kami tak putus asa. Tetap nyari rumah sampai banyak daerah di Balikpapan yang kami kunjungi untuk lihat lokasi dan keadaan rumah. Setelah sekian lama hunting, ada satu rumah yang sreg. Di Pelangi Metro Residence, letaknya di daerah Batu Ampar, Balikpapan Utara. Karena ada beberapa teman kantor yang punya rumah dekat dengan perumahan tersebut, maka kami piker its okay to live there. Toh juga mereka tiap hari PP rumah-kantor yang jalannya hampir 40 menitan dan belom ditambah macet di jalan. Saya suka rumahnya, 2 lantai tipe 65 dengan tanah 150m2. Harganya waktu itu 800jt sudah termasuk biaya KPR dan pajak. Lumayan kan? 

Image from here


                Hampir deal. Benar-benar hampir deal. Hanya saja, kekhawatiran Bapak Negara buat saya sedikit ragu. Lokasi perumahan tersebut di luar jalur angkot dan saya tidak bisa mengendarai motor, apalagi mobil. Bahkan Bapak Negara tidak mengijinkan untuk belajar. :( Bapak Negara khawatir, kalau nanti saya masuk shift siang atau malam, berangkatnya seperti apa karena beliau udah di kantor duluan dang a mungkin pulang Cuma buat jemput saya. Apalagi kalau Bapak Negara lagi di assign ke Badak. Saya bakalan kesusahan sendiri. Dan kalaupun bisa request angkot (misalnya nyari langganan), naik Angkot ke kantornya harus 2 kali. Udah berat di ongkos, makan waktu lagi karna angkotnya ke kota dulu, baru nanti dari kota ke Manggar. Hal yang mengagetkan adalah, teman saya yang tinggal di Batu Ampar saja tidak menyarankan untuk beli rumah disana, karena beliau saja kelelahan pp rumah-kantor setiap hari. Rumah sudah oke, harga masih bisa diusahakan tapi lokasinya benar-benar tidak strategis karena terlalu jauh dari kantor. 

                Lalu kami teruskan lagi usaha untuk hunting rumah. Kebetulan, pada bulan September-Oktober yang lalu Balikpapan dilanda musim kemarau panjang dan sumber air sangat-sangat minim. Maka, hal tersebut menjadi salah satu pertimbangan kami dalam mencari rumah. Apakah rumah tersebut menggunakan air PDAM, WTP, sumur tampungan air hujan (masih ada loh yaaa) atau sumur bor? Soalnya, kalau ga ada listrik kan masih bisa pakai lilin atau gen-set, tapi kalau ga ada air, apa kami harus berenang di Grand Jatra/Novotel (fasilitas gym kantor, gratis) atau mandi di kantor tiap hari? Hehe. 

                Bapak Negara ini, kalau mencari rumah, beliau kalau bisa gamau yang dempet alias couple. Tapi kan perumahan modelnya gitu semua, sederetan rumah ada kali 15-20 rumah. Untung-untung yang dapat hook, bisa sedikit lega bernafas ada samping kiri atau kanannya bukan rumah. Tapi kalau dapatnya yang tengah, ya kudu ikhlas aja. Setelah beberapa lama hunting, kami kembali dipertemukan rumah yang masuk kriteria Bapak Negara. Harga jualnya 470jt, tipe 60/150, lokasinya di Lamaru, sekitar 10 menit dari Manggar. Wah, rumah dan tanahnya gede, harganya oke bingits, deket dari kantor dan furniture nya lumayan lengkap, ada kitchen set + stove oven Modena + exhaust, spring bed king size, lemari jati dan yang paling penting airnya pakai sumur bor. Saat lihat langsung rumahnya, kita sreg banget. Apalagi lokasinya yang masih kampung, jadi bisa ingat Kerinci, Pariaman atau Belitung deh. 

                Hampir deal lagi nih. Udah saya urus KPR nya. Pertama itu ke BTN konvensional. Lumayan ga banyak cing cong persyaratannya, kayaknya udah mau langsung approve aja BTN-nya. Tapi, pas kita pelajari lagi system cicilannya, ternyata ga sesuai. Unsur riba itu jelas banget. Bank konvensional kan pasti ada bunga, tapi fixednya Cuma satu tahun, 9 tahun berikutnya (kita pilih 10 tahun) floating. Which means, kita ga bakalan tau bulan depannya cicilan kita berapa, tergantung suku bunga BI dan kondisi Rupiah juga. Mikir lagi, peres otak lagi. Gimana bisa beli rumahnya dengan KPR tapi ga memberatkan dan menghindari riba. Kita coba ke bank syariah, tapi persyaratannya lebih ketat. So, kita mau tunggu abis nikah aja, biar bisa pakai join income, karena Bank Muamalat (bank syariah yang lain mehong cicilannya) persyaratannya 40% untuk cicilan setelah dipotong biaya hidup pribadi. 

                Itu sekitar akhir bulan Oktober. Nikahnya masih 2 bulan lagi. Terus kalau udah nikah juga proses KPR bisa sampai 1 bulan. So, muncullah ide untuk dikontrak dulu rumahnya, untuk dirasain dulu gimana rasanya tinggal disana sebelum dibeli. Kebetulan Bapak Negara udah mau tanggal bayaran kosan bulan berikutnya, saya minta beliau aja yang pindahan. Toh juga beliau punya motor dan barang-barangnya sedikit. Jadi bisa langsung cus. Pemilik rumah di Lamaru setuju rumahnya kami sewa dulu. Maka, ‘berbahagialah’ Bapak Negara tinggal sebulan di rumah Lamaru. Kenapa ada tanda petik? Soale, rumahnya ini rumah tok. Perlengkapan entertainment masih di kosan saya, soale saya beli tv sendiri dan Bapak Negara pas ngekos pake tv punya Ibu Kos. Beliau benar-benar manfaatin rumah Lamaru untuk tidur, mandi doank. Bahkan pulang dari kantor jam 12-an malam terus, karna di kantor kan free warnet. Hehe 

                Menurut evaluasi Bapak Negara, rumah Lamaru ini oke bingits. Lingkungannya nyaman, rumahnya luas, air ga pernah kurang karena sumur bor dan yang penting jarang mati listrik. Soalnya, Balikpapan ini kan terkenal banget sama mati listriknya :(. Cuma yang kurang ya beliau nempatinnya sendiri. Hehe. Dan akhirnya, setelah nikah, saya temenin deh Bapak Negara tercinta di rumah Lamaru. Nge-gotong barang-barang saya dari kosan dilakukan hampir 3 trip sebelum pulang kampung. Bayangkan, kamar kecil ukuran 4x3.5m serta kamar mandi dalam itu menampung barang-barang yang bisa ditampung 3 mobil pick up! Tapi tak mengapa, barang-barangnya banyak kok yang bermanfaat untuk rumah baru, terutama yang elektronik. Hehe 

                Sekarang udah hampir sebulan saya tinggal di rumah Lamaru yang statusnya masih kontrak. Mau tau berapa sewanya sebulan? 2juta200rb. Bener kan hampir mirip sama nyicil rumah? TERLALU. Tapi kalau buat Balikpapan harga segini sih wajar-wajar aja. Soalnya kan di sini apa-apa mahal. Mau beli kancut aja mahal sekeleus. Haha. Jadi, pas balik liburan di Bandung (bukan honeymoon itu yaa.. huhu) kita langsung ke Bank Muamalat untuk urus ini itu nya KPR. Setelah berkas lengkap, orang Muamalatnya pun langsung cus appraisal rumah kita. Appraisal Muamalat ini gratis looh. Dan setelah foto-foto rumahnya dan mendata apa aja konstruksi rumahnya, seminggu kemudian harga appraisal pun muncul. Saat inilah kegalauan maksimal melanda. Appraisal dari bank hanya 340jt, itulah yang akan diajukan dan kata mbak marketingnya, kemungkinan besar approval juga akan sebesar itu, InsyaAllah ga mungkin turun lagi. Jadi, kita masih harus bayar cash 130jt ke pemilik. Awalnya, its okay, anggap saja DP. Tapi……Kita berdua jadi kepikiran. Kok bisa semurah itu ya? Maksudnya dengan rumah tipe ini dan tanah luas kok bisa murah? Ternyata pemirsa, Lamaru ini tanahnya memang MURAH! Paling tidak kata teman sekitar 50juta-an aja untuk kapling 15x10m. Hmmmm ciusan? Hiks. Dan ada kabar angin yang berhembus jika lokasi tanahnya lewat dari jembatan Manggar (yang dekat Pasar Manggar) itu emang murah. Udah jauh dari kota, dipisahkan sungai pula. 

Image from here


                Galau? Galau maksimal. GALAU BANGET. Kita jadi kepikiran masa depan lokasi rumah ini. Masa depan rumah ini kalau sewaktu-waktu kita ditransfer atau Bapak Negara dapat kerjaan di overseas (AAMIIN) terus rumah ini mau diapakan. Kalau kita sewain, berapa biaya sewa sebulan? Kalau kita jual, bisa gay a dijual diatas harga kita beli? Mikir lagi, minta opini sana-sini, diskusi lagi berdua. Kebetulan, aplikasi KPR kita lagi ditunda gara-gara KTP Bapak Negara udah lama expired, jadi tunggu kiriman KTP sementara dari Belitung deh. Bapak Negara pun lagi di Badak sekarang. Dan kebetulannya lagi, harga minyak dunia lagi anjlok berat dan Schlumberger lagi pengurangan karyawan. Kita berdua dag dig dug aja nunggu kabar dari HR. 

                Karena factor rumah dan kondisi pekerjaan yang lagi galau, kami memutuskan untuk mencari rumah lain saja. Kalau kebetulan ketemu yang tipe sederhana bisa bernafas lega setidaknya tipe 45 dengan tanah minimal 100m2 dengan harga 300juta (maksimal 400juta) yang ready stock, lokasinya di Sepinggan atau Batakan InsyaAllah akan kami ambil. Kalau belum ketemu jodoh sama rumahnya, sepertinya kami akan ngontrak dulu. Nyari kontrakan sederhana, 1 kamar tidak apa-apa asal rumahnya rapih, lingkungannya aman dan lokasinya dekat kantor. Jadi sekarang kerjaan tetap selain jadi Cementing Lab Engineer adalah nongkrongin website OLX, rumah.com, rumah123.com dan rumahdijual.com. Nyari rumah dijual atau dikontrakkan di Balikpapan dengan budget yang kita punya. 

                Kenapa jadinya kok malah mau rumah tipe yang lebih kecil? Nah, ternyata, setelah nempatin rumah gede tipe 60 dan saya tinggalnya 2 minggu sendiri, terus 2 minggu sama Bapak Negara, rasanya kegedean. Ditambah lagi rumah yang masih kosong belum ada isinya, rasanya bener-bener plong bisa gegulingan dari depan ke belakang. Dan kalau rumahnya gede, nanti saya abisin banyak budget untuk isi furniture dan pasang gorden karna banyak jendela. Hehe. Faktor masih berdua dan kemungkinan stay di Balikpapan hanya beberapa tahun kedepan, jadinya kami mikir why not beli rumah kecil aja. Kalau merasa nyewa itu jadinya punya asset, kan bisa kita beli rumah kecil dan ambil cicilan 5 tahun. Bentar aja selesai, mungkin nanti pas anak udah TK udah kelar tu rumah cicilannya. Terus kan kalau rumah kecil = cicilan kecil jadi kan bisa ada tabungan cash dan investasi yang lain untuk bangun villa di pinggir pantai di Belitung (AAMIIN). Bangun rumah dekat sama rumah Mamak juga boleh kok. Hehe 

                Terus, kalau semisalnya transfer atau pindah kerja, rumahnya kan bisa disewain. Atau ga dijual. Jadi kan bisa punya penghasilan pasif. Diem-diem masih ada gajinya tiap bulan/per tahun. Kenapa mau disewain? Soalnya kan tipe kecil dan perabotan minimalis kan okey tuh buat bujangan atau newlywed yang kerja di Balikpapan. Apalagi lokasinya di perumahan dekat area perkantoran oil & gas Balikpapan. Sewanya ga perlu mahal-mahal, mungkin sekitar 1juta500ribu sebulan? Atau kalau 5 tahun kedepan ada kenaikan Rupiah? Kan lumayan. So, sekarang fokusnya cuma 2. Hunting rumah 300jutaan dekat kantor di Sepinggan atau Batakan, atau cari kontrakan yang maksimal sewa 1juta sebulan. SEMANGAT! 

                Semoga kami segera dipertemukan rumah impian kami di Balikpapan Ya Allah. Semoga kami dimurahkan rezeki untuk bisa memiliki rumah Ya Allah. Semoga keuarga kecil kami diberkahi dan selalu dalam ridho-Mu. AAMIIN 



-MS-

2 comments:

  1. kak,
    kalau ada rumah yang harga 300an itu dan deket ama kantor dan jumlahnya beberapa.
    kasih info ya kak :)

    ReplyDelete
    Replies
    1. Al, ada aja siih.. di Batakan banyak. tapi kamu mau emang? kan jauh dr kota? wkwkwkwk :p

      Delete