Sunday 8 September 2013

Perjalanan



          Tak terasa, hampir 11 bulan terlewati di sebuah kota yang digelar ‘Kota Minyak’ yang sekarang kian dibabat abis kuasa asing. Suka duka, pahit manis, semuanya bercampur jadi satu ibarat campuran air + bahan kimia + semen yang diaduk hampir tiap hari dalam sebuah alat dengan blade yang mirip punya ibu kalian di dapur. Aku tak perlu bercerita banyak tentang pekerjaanku di perusahaan asal Perancis ini, biar aku ga dibilang memprovokasi semakin banyak anak-anak Indonesia untuk bergabung disini. 

          Aku tak pernah merencanakan semua ini. Bahkan, jauh sebelum aku tau kuasanya menulis impian kita di sebuah ‘Dream Book’, aku juga tidak pernah membayangkan untuk bergabung di sebuah perusahaan yang sampai sekarang aku masih bingung pengucapan yang mana yang paling benar. Pada awalnya, aku menyangka ini adalah suatu kebetulan. Kebetulan yang berbuah manis dan harus diyukuri. Namun, pada akhirnya aku percaya bahwa semua ini sudah ditulis di catatan kehidupan seorang Malisa Sudirman. 

          Masih jelas diingatan, aku mengikuti seleksi recruitment dari perusahaan ini tanpa mengetahui ini perusahaan apa, dan posisi apa yang ditawarkan. Nol. Aku tidak memiliki pengetahuan apa-apa tentang perusahaan ini. Waktu itu aku masih libur semester ganjil dan sedang berjuang keras latihan debat demi NPEDC 2011. Sebuah kompetisi debat yang aku idam-idakan trofinya (sebelum aku sadar aku bisa meraih hal lain dalam debat selain dari trofi kemenangan) aku rela tidak pulang ke Kuala Lumpur pada waktu libur singkat yang hanya dua minggu itu. Penjelasan terbaik bagi orang tuaku adalah, aku ingin membuktikan sesuatu. Hanya itu. 

          Sehari sebelum kedatangan tim recruiter dari perusahaan yang identik dengan warna biru ini (di beberapa negara lain, warnanya orange), aku mendapat kabar dari Bagian Kemahasiswaan yang pada saat itu masih mengurus hal-hal berkaitan lowongan dan recruitment pekerjaan di kampus. Temanku, FM begitu antusias mengabarkan kepada kami akan ada sebuah perusaah besar yang akan datang merekrut keeseokan harinya. Untuk anak semester 4 seperti aku, akan ada tawaran magang. Bagiku, tak pernah ada salahnya kita mencoba. Toh, kalaupun gagal, sekurang-kurangnya aku bisa mendapat bayangan proses seleksi karyawan itu seperti apa. 

          Di hari seleksi, aku memakai rok dasar hitam, kemeja dan kerudung ungu beserta flatshoes hitam. Iya, mungkin orang yang melihatku berfikir bahwa aku akan melamar sebagai pegawai kantoran atau SPG (ternyata salah besar). Hal terkonyol yang kulakukan disaat seleksi itu adalah tidak mendaftar sebelumnya, jadilah namaku tidak ada di daftar peserta. Untunglah masih diperbolehkan mendaftar di saat itu juga. Dan sialnya, aku kehilangan pulpen. Atau aku memang tidak membawanya ya? Jadilah kupingku panas diomelin Ibu K yang pada saat itu sedang bersiap-siap di meja pendaftaran. Wajar sih, masa mau melamar kerja ga bawa pulpen? 

          Akhirnya, proses pendaftaran berjalan lancar. Banyak senior dan alumni yang hadir mengikuti proses recruitment itu, majoritinya, laki-laki. Aku memilih duduk di deretan kursi paling depan, ya karena kosong dan orang-orang yang masuk sebelum aku lebih memilih di untuk duduk belakang. Menurutku, tak ada ruginya duduk di depan, siapa tau ada door prize gitu (oke, salah fokus). Bukan, menurutku, duduk di deretan paling depan untuk hal sepenting ini, ya melamar sebuah pekerjaan bisa menunjukkan bahwa kita jauh di depan dari orang lain. Setidaknya, keberanian kita jauh di depan. 

          Tenyata, tim recruiter perusahaan ini tidak hanya melakukan proses seleksi karyawan dan mahasiswa magang, tapi mereka juga melakukan presentasi tentang perusahaan ini. Presentasi dimulai dengan perkenalan para recruiter. Aku takkan pernah bisa melupakan mereka, 3 orang yang dititipkan Tuhan untuk mengubah hidupku. Ya mungkin ada diantara mereka sudah mulai tak ingat denganku, tapi tak mengapa. Mereka adalah Pak WC, Ibu KW dan Pak AD. Presentasi tentang perusahaan biru ini disampaikan oleh Pak WC dengan panjang lebar hingga akhinya aku mengerti. Walaupun aku belum tau dengan jelas, setidaknya aku punya bayangan jika oil company itu ga drilling sendiri untuk dapat minyaknya. 

          Ada sesi pertanyaan sebelum tes seleksi dimulai. Aku bertanya. Seorang mahasiswi jurusan Teknik Kimia dengan IPK pas-pasan bertanya tentang kesempatan menjadi karyawan jika magang disana. Karna, sepengetahuanku, tidak semua perusahaan merekrut mahasiswa magang menjadi karyawan. Pertanyaanku dijawab Ibu KW. Jawabannya, menjadi alasan kenapa aku disini hari ini. “Jika anda adalah VT, anda sendiri yang akan menentukan bahwa anda akan meneruskan bekerja disini atau tidak”

          Seleksiku, iya, aku menyebutnya begitu. Karena aku yang menjalaninya. Seleksiku di perusahaan ini berjalan cukup lancar. Ibarat tes thickening time yang tidak pernah set karna terlalu banyak retarder di temperatur tinggi. Lurus, tak ada belok-beloknya. Alhamdulillah. Pada akhirnya aku dinyatakan lulus interview HRD dan harus bersiap untuk tes kesehatan. Kalian tau kan, kalau aku sudah melupakan interview itu karna hampir berbulan-bulan tak ada kabar. Setidaknya, kebahagiaan bergabung (saat itu sebagai VT) di sebuah perusaahan jasa minyak dan gas ini bisa aku persembahkan untuk kedua orang tuaku yang begitu khawatir bagaimana masa depanku nanti jika sudah lulus kuliah. 

          Sepertinya, tahun 2011 itu Tuhan sudah menuliskan sebagai tahun yang indah untukku. Memenangi kompetisi debat, walaupun tidak sebagai juara 1, tapi setidaknya aku telah membuktikan kualitas diriku terhadap mereka yang merendahkan aku. Menjadi best speaker nasional, walaupun hanya di level Politeknik se-Indonesia dan novice speaker, setidaknya aku bisa berdiri bangga dengan kemampuanku (tanpa mengurangi rasa syukur dan tidak berniat sombong). Bahkan menjadi Mahasiswa Berprestasi, bukanlah hal yang pernah aku impikan. Iya, aku bukan juara 1, tapi setidaknya, aku berhasil mengunci mulut dosen yang sering bilang “Dia hanya pintar bahasa Inggris aja”. Terpilih diantara 20 mahasiswa D3 Politeknik se-Indonesia untuk bergabung sebagai Vacation Trainee di Schlumberger, setidaknya aku bisa membuka jalan untuk lebih banyak juniorku di kampus untuk ikut bergabung disini. 

          Menjadi karyawan disini sudah kufikirkan sematang-matangnya. Semua baik dan buruk sudah dianalisa. Benar kata Ibu Kris, akulah yang akan menentukan jalan hidupku sendiri (Iya, aku tak lupa Tuhan sudah mengaturnya). Aku ikuti kata hati. Pengalaman VT dijadikan medan pertimbangan. Aku tak kuat di field. Aku tak cocok menjadi Field Specialist. Apa lagi menjadi seorang Cementer. Latar belakang pendidikan Teknik Kimia ini menjadikan alasan kuat untukku bergabung di Well Services Lab. Jika kalian tau, posisi seorang Lab Technician tidak dibuka setiap tahun. Hanya pada saat-saat tertentu karena tidak diperlukan tenaga kerja yang missal seperti FS dan FE. Aku beruntung. Bilang saja begitu. Tahun 2012, Lab WS Balikpapan membutuhkan 3 LT baru. Aku, salah satunya. 

          Aku tak pernah tau Balikpapan itu seperti apa. Pertama kali membaca nama Balikpapan adalah ketika aku di pesawat dalam perjalanan pulang dari sebuah lomba debat sekitar tahun 2011. Dari majalah maskapai yang sering delay itu, aku tau jika Balikpapan adalah ‘Kota Minyak’nya Indonesia. Ah, tak peduli mau kota minyak, kota sampah, aku tak tertarik. Tak tertarik tapi akhirnya menemukan kehidupan dan cinta disini? Lucu. 

          Pada saat penawaran untuk bekerja itu datang, aku pernah meminta untuk ditempatkan di Prabumulih, Jakarta atau Duri. Tak pernah aku sebutkan Balikpapan kepada Bu Kris. Tapi, kota inilah yang ditawarkan. Orang tuaku, yang dulunya tak pernah mengizinkan aku kuliah di luar Palembang atau ikutan lomba debat sampai ke Pulau Sulawesi, akhirnya memberi izin. Setidaknya, mereka bahagia. Aku lulus kuliah, dan aku mendapatkan pekerjaan dengan bayaran yang layak. Mama menangis haru mendengarkan aku resmi diterima, iya, saat itu Mama ada di Palembang mengadiri wisudaku. 

          Lalu, perjalanan kehidupanku diteruskan di kota ini. Selama 10 bulan ini, baru 2 kali aku berangkat meninggalkan kota ini. Itupun tidak selama dan tidak sejauh teman-temanku yang berkesempatan menikmati pendidikan non-formal Schlumberger di berbagai kota indah dunia seperti Houston, Tyumen, Kellyville, Abu Dhabi, Paris dan sebagainya. Aku disekolahkan di Kuala Lumpur. Tak ada yang istimewa. Euforia mengurus visa, wawancara dengan bule dari negeri Paman Sam, atau naik pesawat berbintang lima. Aku belum berkesempatan menikmati itu. Terkadang aku menyesal kenapa tidak meneruskan menjadi FS tapi di segment yang lain. Tapi, ada satu hal yang membuat aku sadar, hidup kita sudah ditulis Tuhan. Bersyukur. 

          Aku tak tau apa aku menikmati kehidupanku sekarang atau tidak. Mengeluh? Sudah terlalu banyak. Sampai aku terlalu lelah untuk mengeluh lagi. Banyak hal yang terjadi disini tidak sesuai keinginanku. Tak perlulah aku ceritakan satu persatu, mungkin Twitter-ku bisa menjawab semuanya. Kurangnya rasa syukur sama kurniaan Tuhan, mungkin itu penyebabnya. Disaat aku hampir 11 bulan menjadi karyawan tetap disini, masih ada teman-teman yang masih berjuang mendapatkan kontrak kerja. Disaat aku digaji lebih berkali-kali lipat dari jumlah uang bulananku dari ayah sewaktu kuliah dulu, masih banyak para pekerja yang berjuang meminta kenaikan gaji. “Mana nikmat Tuhan-mu yang kau dustakan?” terngiang-ngiang jika aku mulai tidak bersyukur. 

          Orang bilang, jika kita menginginkan sesuatu, kita tuliskan di ‘Dream Book’ kita, kita lihat setiap hari, kita usahakan setiap saat, kita berdoa tanpa henti, suatu hari nanti pasti jadi kenyataan. Lalu, bagaimana dengan orang yang tak pernah kenal ‘Dream Book’, tak pernah bercita-cita tinggi, tak pernah menggantungkan impiannya sampai ke langit, berhasil mendapatkan itu? Jawabannya, ada pada Tuhan. Tuhan sudah menuliskan semuanya dengan jelas. Kapan kita lahir. Kapan kita mati. Kapan kita nikah. Dimana kita kerja. Berapa saudara yang kita punya. Dimana kita sekolah. Dimana kita tinggal. Namanya perjalanan hidup. Itu yang kualami sekarang. Sekarang aku mencoba menikmatinya, beryukur dengan apa yang kupunya, menghargai pemberian Tuhan dan menjalani kehidupan ini semaksimal mungkin. Dan akan terus berdoa diberikan yang terbaik untuk hidupku. Kejutan apa lagi dalam hidupku kelak? Entah. Hanya Tuhan yang tau perjalananku.


-MS-

No comments:

Post a Comment