Assalamualaikum, good people! :)
Akhirnya,
setelah sekian lama, postingan kali ini akan me-wrap up keseluruhan prosesi
acara pernikahan Bapak dan Ibu Negara yaitu, Malisa Sudirman dan Wegi Dwi
Sapto yang telah dilaksanakan pada 13 Desember 2014 (akad nikah) dan 14
Desember 2014 (resepsi). For those who wondering, why the akad was on 13th
Dec, I will explain below. Hhe
Upacara Niniak Mamak
Upacara
Niniak Mamak ini dilaksanakan seminggu sebelum hari-H, tapi sayang saya ga
ikutan, karena masih di Balikpapan waktu itu. In general, Upacara Niniak Mamak
ini adalah semacam pembentukan panitia dan pembagian tugas oleh para tetua
sesepuh adat di Kerinci yang disebut sebagai Niniak Mamak. Namanya juga tinggal
di pedesaan, pastinya masih kental dengan adat tradisional kan yah. Acara ini
diadakan di malam hari, sehabis Isya di rumah calon pengantin perempuan yang
dihadiri para sesepuh Niniak Mamak, keluarga besar dan para tetangga yang akan
membantu prosesi acara nanti. Pembagian tugas dan tanggungjawab juga dilakukan
untuk kelancaran acara nanti.
Managak Pondok
Kalau
dalam bahasa Indonesia bisa diartikan sebagai mendirikan tenda. Bukan untuk
tenda acara pernikahan loh yah, tapi tenda untuk masak besar. Yup, jadi kan
acara pernikahan kita ini adalah acara gotong royong, namanya juga tinggal di
kampung, ngapain juga pesen catering? Masakan rumahan para ibu-ibu Minang di
sana enak-enak banget kok. Jadi yang bekerja ketika Managak Pondok ini adalah
ayah serta para gerombolan keponakannya. Pondok yang dibangun adalah pondok
temporary dengan tiang serta kerangka dari bamboo dan atap seng. Calon manten
pria dan wanita, duduk manis liatin. Bapak Negara sih gaenak Cuma duduk aja,
pengen bantuin, tapi ga dibolehin. Tapi akhirnya karena ngotot gamau diem ya
tolong juga angkat-angkat apa yang perlu.
Penyembelihan Sapi
Alhamdulillah
banget yah, Ayah dan Mama punya tabungan sapi. So, untuk bikin rendang dan
dendeng, kita ga perlu beli daging lagi. Tapi yang bikin sedih adalah, sapi
yang dikorbankan untuk acara pernikahan kita adalah sapi betina yang masih
produktif dan sapi itu adalah yang terakhir milik Ayah dan Mama yang masih ada.
Karena suatu dan lain hal, terjadi konflik antara pemilik sapi (ortu) dengan
sang pengembala. Akhirnya yasudah, Ayah dan Mama putuskan sapinya disembelih
untuk jadi menu di nikahan kita aja deh, daripada konfliknya makin berabe. Bapak
Negara beralih profesi jadi fotografer dadakan loh pas prosesi penyembelihan
sapi ini. Haha
Memasak Menu Akad dan Resepsi
Hari
Jumat Sorenya, acara masak-masak pun dimulai. Sibuklah para ibu-ibu menggiling
dan meracik bumbu, memeras santan dan memasak rendang, menu utama di acara
pernikahan kami nanti. Ada juga sayur tauco, tapi bukan tauco dari kedelai itu
sih, pokoknya sayur berkuah santan dan namanya tauco (rasanya ga cocok di lidah
saya sebenarnya). Hehe. Selain itu, Pakwo juga menyiapkan potongan daging yang
akan dibuat dendeng. Saya paling suka lihat pakwo menghiris tipis daging sapi
untuk dengan gerakan memutar sehingga dari daging utuh itu akan terhasil irisan
panjang daging. Setelah diberikan sedikit garam, langsung dijemur dendengnya,
mumpung panas. Nah, untuk hal dagingnya dicuci atau ga, saya kurang tau.
Soalnya ga ada darahnya sih. Hoho.
Selain
para ibu memasak menu akad dan resepsi di pondokan bamboo yang dibuat, di
dapur juga para nenek sibuk memasak. Beruntungnya saya punya banyak nenek. Hhe
:D. Jadi, nenek-nenek saya masak untuk orang-orang yang udah bekerja gotong
royong, yang udah tolong bangun pondokan bamboo, nyembelih sapi, masak dan
sebagainya. Intinya buat mereka yang udah kerja keras deh merealisasikan acara
pernikahan kami.
Pemasangan Tenda, Pelaminan,
Dekoarasi Rumah dan Kamar Pengantin
Kalau
yang ini sekalian review lah yah, soalnya pelaminan ini ga ada spot review
khusus karena saya Cuma pakai jasainya aja. Yang ngurus sepupu saya. So, gabisa
banyak komentar :p. Jasa penyedia dekorasi dan tenda yang kami pakai adalah
Pelaminan Restu Ibu yang berada di Kota Sungai Penuh, Kerinci. Jadi, ownernya
pelaminan ini adalah teman dekat sepupu saya, Adang An. So, dapat harga teman.
Diskon 40% dari harga asli! Alhamdulillah! *pengantin irit soale :p.
Mereka
mulai mendekor rumah dari hari Kamis, karena ada 2 acara pernikahan yang harus
di dekor. Pertama, mereka pakein kain-kain bersulam dengan dominasi warna emas
di bagian ruang tamu, tipikal pernikahan Minang, dindingnya ditutupin dengan
kain. Karena warnanya emas, setelah dipasang lampu dan pernak pernik di
plafonnya, ruang tamu rumah Almarhum Nenek jadi luas banget. Lantainya dialasin
karpet hasil donasi (minjem) seluruh kerabat di Kerinci. Ya, kan nikahnya bukan
di rumah sendiri, kudulah minjem. Hhe :D Then, mereka dekor kamar pengantin.
Karena saya orangnya males warna aneh-aneh, pas disuruh milih warna apa untuk
kamar pengantinnnya, ya saya pilih aja putih cream, pokoknya minimalis banget,
tapi saya suka. Dan yang bikin bete, para saudara malah komentar, terlalu
simple. Malah nyuruh milih warna aneh kayak biru atau ungu, which was not my
colour at all. Nasib. :/
Malam Bainai
Jangan
pernah membayangkan acar malam bainai yang fancy! HAHAHA. Di saat para ibu-ibu
dan nenek-nenek sedang sibuk menyiapkan segala sesuatunya, saya dipasangkan
henna oleh adik tercinto, Malina. Well, beneran tanpa persiapan banget untuk
acara ini, kayak para bridezillas yang lain kan malam bainainya heboh bangets,
kalo aku mah apa atuh, Cuma pakai henna doank apanya yang perlu dihebohkan.
Hehe. Jadilah Cuma diapakein henna aja di 10 jari tangan dan kaki. Sebenarnya,
disuruh sama sepupu untuk digambar-gambar gitu kayak orang India, tapi kan saya
ga suka begituan, yaudah polosan aja deh hennanya. Asal ada henna aja lah yah,
tanda manten wanita. :)
Akad Nikah – 13 Desember 2014
Jadi
begini, di Kerinci itu jarang sekali acara pernikahan diadakan pas weekend,
yang ada malah Senin ampe Jumat. Seriusan loh ini! Mungkin karena itu pedesaan
kali ya, jadi kan orangnya majority petani dan buka usaha so, ga terlalu
didesak untuk office hour. Ya walaupun ada para PNS sih, tapi tetap acaranya
weekdays! Jadi, acara pernikahan saya ini bisa dikategorikan beda dari biasa
untuk hari prosesi acaranya. Nah, kenapa akadnya malah 13 bukan 14? Ini satu
lagi yang bikin saya super bete dan benar-benar kesal. Alesannya adalah, para
tetua Niniak Mamak sesepuh itu ga bisa datang hari Minggu pagi karena rumahnya
jauh (padahal dijemput juga sama panitia), terus acara ga boleh berlangsung
kalau mereka ga ada. Iya, namanya tradisi, tapi ga begitu amat jugalah, wong
aku maunya tanggal nikahnya tanggal cantik! -_-
Dengan
kondisi serba sebel itu ya saya pun di dandani untuk akad nikahnya. Di make-up
in banci, yes I know geblek banget! Ga ada make up artis cewe yang bisa
dihubungi! Sebel, kesel, malu juga ada. Tambah lagi make up nya bikin aku kayak
‘Meriam Bellina’ kalo kata Bapak Negara. TT_TT Untunglah fotografernya berhasil
menutupi kemenoran make up ku dengan skill kameraman nya yang lumayan itu.
HAHAHA. Namanya juga nikah di kampung, what are you expecting, Malisa? Di
make-up in bencong, kameraman pas-pas an, ya begitulah kondisi acara
pernikahannya. Ditambah lagi dengan sesepuh nyebelin yang pake tanya-tanya
rukun iman, rukun Islam, rukun solat dan minta Bapak Negara dan ayah ngulang
lafaz akad 3 kali, padahal sudah bener aja. Orang nervous gitu malah
dimain-mainin. Paraaaaaah -_- Selesai akad, aku malah disuruh masuk kamar
pengantin dan orang di luar pada makan. Dan aku kelaparan! Abis selesai makan,
Bapak Negara malah disuruh pulang ke rumah orang tuanya, padahal kan…..
HAHAHAHHAHA :p
Resepsi – 14 Desember 2015
Jujur,
selesai akad nikah malam sebelumnya I don’t feel excited at all, and don’t
really feel like being married to someone. Apa karena acaraya ga sesuai
ekspektasi kali ya? Ekspektasi? Iyalaaaah. Kan kalau kawinan gitu kan meriah,
pakaian cantik, make up g anorak, fotografer asik bisa dapat candid momen yang
bagus-bagus. Tapi…. Ah yasudahlah, udah akad toh, kan udah halal. *masih sebel
dengan acara nikahan sendiri -_-“
So,
acara resepsi pernikahan di Kerinci ini tipikalnya seharian. YES. SEHARIAN
FULL. Kalo bisa ampe malam, orang-orang masih joget-joget dangdutan dan pakai
acara ‘rantak kudo’. Jangan Tanya apa itu ‘rantak kudo’ karena itu suatu hal
yang tidak saya sukai dari sekian banyak tradisi ‘modern’ di Kerinci. Mulai
sekitar jam 10 saya dan Bapak Negara udah siap-siap di make up dan pakai baju
adat Kerinci yang namanya ‘Baju Kuluk’. Warna pilihan kami, warna hitam! Karena
itu bahan yang paling bagus dari sanggar rias pengantinnya, masih baru jadi
belum banyak manik yang lepas dan kainnya ga kusam. Selain itu, warnanya yang
kontras dengan pelaminan diharapkan bisa menyerlahkan kecantikan dan
kegantengan Ibu dan Bapak Negara. HAHAHAHA Beruntunglah disuruh pakai baju adat
kerinci, karena hiasan kepalanya tak seberat pakai suntiang dan aku suka
geleng-gelengin kepala mainin juntaian manic-maniknya. Hehe.
Naik
ke pelaminan mana ada pakai diarak-arak gitu, ga ada alunan music tradisional
atau modern, ga ada serombongan orang nganterin penganten. Yang ada, kita sang
manten baru udah siap langsung disuruh naik ke pelaminan dan duduk kayak raja
dan ratu sehari sambil kedua orang tua juga duduk di atas pelaminan. Abis itu
kita liatin orang makan sambil nahan laper. Dan karena sebel duduk di
pelaminannya yang lama banget, kita berdua jadinya minjem hape baru si adek dan
selfie terus upload di sosmed. Maklum, kan ga ada teman yang datang untuk
upload foto nikahan kita, jadi yaudah upload sendiri aja. Hihi :p Abis udah
beberapa lama duduk di pelaminan, kita disuruh foto-foto deh. Awalnya berdua.
Terus sama ortu. Terus sama keluarga. Terus sama tamu. Gitu terus ampe semua
orang kebagian foto. Dan kita salam-salaman dengan orang yang kenal sama saya
tapi saya ga ingat sama sekali sama mereka. Wajar, berhijrah di Kerinci umur 5
tahun dan pulang pun bisa dihitung dengan jari. Tapi Alhamdulillah, mereka
masih mau datang di pernikahan kami.
Then,
beberapa jam kemudian, kita ganti pakaian ke baju adat minang dan saya pakai
suntiang. Honestly, I don’t like the suntiang! You will know what I mean after
you look at the suntiang. Hiks. Kecewa. Soalnya sanggar nya ga punya suntiang
yang lain. Yausudahlah, nikahan di kampung juga kan, mau berharap apa. Tapi ya
ga jelek-jelek amitlah yaw. Mayanlah bagus kalau difoto *teteup. Baju adat
minangnya kita pake warna merah, tapi itu udah mayan lama (udah pernah dipakai
beberapa pengantin sebelumnya) dan manik-maniknya mayan banyak yang hilang. Soalnya
kan saya ngotot mau pakai warna merah, jadi yasudah ambil aja deh baju itu. Kondisinya
sama aja, duduk di pelaminan, selfie, foto bareng tamu, salam-salaman dan al
tersebut berlangsung selama sekitar 2 jam.
Kirain
udah kelar acara persandingan bersejarah kami, ternyata belum pemirsah! Masih
ada acara potong kue dan ‘bersulang’. Entah dari mana para warga Kerinci
terkontaminasi budaya barat ini, saya pun tak tau. Awalnya, saya disuruh pakai
gaun pengantin yang norak gitu, yes beneran norak, udah jelek dan kayaknya udah
bertahun-tahun di sanggar tersebut. Karena saya orangnya ngotot dan gamau pakai
pakaian jelek gitu pas resepsi, yaudah saya akhirnya pakai kembali kebaya akad
untuk finalenya. Banyak yang ngomel kenapa ga pake gaun, aku cuma bilang OGAH
aja. Acaranya simple aja sih, potong kue, terus pura-pura minum teh gitu pakai
tea cup antik di rumah nenek. Abis itu foto-foto (lagi). Dan terakhir sekali kami
disuruh nyanyi. Ah, belum dikasitau ya, kalau entertainmentnya adalah orgen
tunggal dan lagu-lagunya banyak dangdut dan lagu galau. Saya kan anti banget
sama orgen tunggal dan dangdut, tapi karena ini acara bukan saya yang urus kudu
pasrah. Ujung-ujungnya saya bertanya-tanya, ini pernikahan siapa kok semuanya
tak sesuai dengan jiwaku????? Saya dan Bapak Negara pun nyanyi lagu “Jangan Ada
Dusta di Antara Kita” dan “Cinta”. Mayanlah, menghibur para tamu dengan suara
‘merdu’ kita berdua. Wkwkwkwk
Finally,
acara resepsi pernikahan kami pun berakhir dengan meriahnya. Yes, meriah
banget, acara diakhiri dengan joget-joget seluruh panitia dan tamu (except
pengantin) yang kayaknya happy banget acara dah kelar, so bisa bebas lepas deh
para ibu-ibu, bapak-bapak dan anak-anak yang ada di acara nikahan kami. Abis
udah selesai semua acara, kita langsung digotong kembali masuk ke rumah, ganti
baju dan makan. Pengantin makannya terakhir donk. Ckckckck. Then yang paling
ditunggu-tunggu adalah, buka amplop dan hadiah! Haha. Alhamdulillah banget yah,
bisa dapat amplop-an yang lumayan juga jumlahnya dank kado-kado yang
bermanfaat. Mostly, kami dapat kado pecah belah kayak piring, cangkir, tea cup
set dan kami tinggalin di Kerinci. Yang kami bawa ke Balikpapan hanyalah koleksi
seprei yang jumlahnya mayan juga. Jadi manten baru ga perlu khawatir ganti
bedsheet tiap pagi. BUAHAHAHAHAHAHA :p
Dibalik
rasa kecewa dan sebel, masih terselip rasa syukur yang amat sangat kepada Allah
SWT karena telah mengizinkan saya menikah dengan Bapak Negara dan direstui
kedua belah keluarga besar walaupun sebenarnya orang tua kami belum pernah
bertemu sampailah akad. Maklum, cintaku berat di ongkos. Hiks. Saya juga
bersyukur banget-banget punya orang tua yang supportif,karena udah bantuin
nutupin pundipundi budget yang kurang. Mama dan ayah, anakmu ini sangatlah
beruntung! Saya juga bersukur banget-banget punya keluarga besar di Kerinci
yang sanggup bersusah payah sampai pernikahan kami terlaksana dengan sempurna
dalam tak kesempurnaannya, walaupun saya jarang sekali pulang ke Kerinci. Huhu.
Terima kasih kepada semua vendor yang sudah membantu merealisasikan pernikahan
Icha dan Wegi pada 13 dan 14 Desember 2014 yang lalu. Terima kasih kepada
semua tamu yang hadir, karena tanpa ada tamu yang datang, apalah artinya sebuah
acara pernikahan kami. Terima kasih kepada teman-teman yang sudah mengirimkan
doa dari jauh, maaf sekali acara nikahan kami nun jauh di dekat pedesaan. Mohon
doanya agara kami menjadi keluarga yang sakinah, mawaddah dan warrahmah serta
dikurnai cahaya mata yang soleh dan solehah di waktu yang tepat. AAMIIN.
-MS-
Mungkin maksudnya Desember 2014, Mbak?
ReplyDeleteAlhamdulillah.. Happy wedding ya, Mbaaak.. Semoga menjadi keluarga yang sakinah, mawaddah wa rahmah.. Aamiiin.. :D
dima kampuang uni? bagus blognya. silahkan mampir juga arifinromi.com
ReplyDelete